Beranda

Tuesday, June 4, 2013

Sekilas Pulau Panggang


Pulau Panggang Salah satu Pulau Yang berada di kepulauan seribu ini memiliki luas sekitar 9 hektar. Berdasarkan jumlah penduduk, pulau Panggang merupakan salah satu pulau pemukiman terpadat yang ada di Kepulauan Seribu. Dengan Jumlah penduduk mencapai 2.289 jiwa, dimana terdapat rata-rata 400 jiwa/hektar. Jalur transportasi yang dapat di Akses melalui laut untuk menuju pulau ini dapat melalui dermaga Muara Angke menggunakan kapal/perahu ojek, dapat juga menggunakan kapal speed melalui pelabuhan Marina Ancol.

Sejarah Pulau Panggang
 Sejarah Pulau Panggang - Mulai tahun 1527M Pulau Panggang dan Pulau Cina (sekarang Pulau Karya) di masa zaman penjajahan Belanda merupakan salah satu pulau untuk tempat transit para pedagang Cina menuju daratan Jawa. Hal inilah yang membuat pulau-pulau ini sering didatangi oleh perompak guna mengambil paksa harta para pedagang dan tanpa segan-segan membunuh para pedagang tersebut dengan cara di panggang di tangah laut di perairan gosong pemanggang. Pada saat itu Pulau Panggang telah duhuni oleh pendatang dari suku Banten dan Mandar.

Sampai pada abad ke-18 para perompak masih sering datang ke Pulau Cina, akhirnya di masa yang sama hadir seorang ulama besar dari Batavia (sekarang Jakarta) bernama Habib ‘Ali. Menurut Sejarah masyarakat Pulau Panggang, ulama tersebut menyebrang dari tepian pantai Batavia, karena tidak ada kapal atau perahu Beliau berdo’a kepada Allah SWT di tepian pantai batavia tidak lama kemudian munculah seribu lumba-lumba menghampirinya dan kemudian Beliau naik ke punggung salah satu lumba-lumba tersebut. Adapun maksud kedatangan beliau adalah untuk berdakwah di wilayah Pulau Panggang. Habib ‘Ali berdakwah di Batavia dan di Pulau Panggang, pada suatu hari ketika hendak bertolak dari Batavia di tengah-tengah perjalanan menuju Pulau Panggang Beliau dihadang oleh gerombolan perompak yang biasa menjarah di wilayah Pulau Panggang. Dengan tenang Habib ‘Ali melemparkan sepotong kayu kecil ke tengah laut, atas izin Allah SWT kayu kecil tersebut berubah menjadi karang yang meng-karamkan dan menenggelamkan seluruh kapal perompak, setelah itu Habib ‘Ali dan rombongannya melanjutkan perjalanan ke Pulau Panggang.

Tidak lama setelah itu datanglah pasukan Belanda ke Pulau Panggang dengan maksud mengangkut Penduduk Pulau Panggang dan akan dibawa ke Batavia untuk kerja paksa, melihat hal ini Habib ‘Ali menangis dan beliau berdo’a kepada allah SWT dengan do’a : “Ya Allah... Selamatkanlah penduduk Pulau Panggang...” tak lama kemudian rantai-rantai besi yang mengikat Kapal para penduduk terputus dan seluruh Kapal Belanda tenggelam, namun tidak kapal penduduk sehingga mereka dapat dengan mudah kembali lagi ke Pulau Panggang.

Terlepas dari masalah perompak, selain syiar agama islam pada tahun 1928 Pulau Panggang telah didatangi oleh beberapa tokoh pendidik perguruan Taman Siswa diataranya bernama Ibu Sidik dan Bapak Mitro dan tokoh Sekolah Rakyat yaitu Bapak Guru Mahmud. Bapak Guru Mahmud adalah pendidik pertama yang mendirikan sekolah dengan biaya sendiri di Pulau Panggang. Sampai pada tahun 1959, seiring dengan perkembangan zaman Sekolah Taman Siswa dan Sekolah Rakyat (SR) berubah menjadi Sekolah Dasar melalui usul pemerintah saat itu juga ditempatkan dua orang guru yang bernama Bapak Madari Amsir dan Bapak Bambang Siswanto.
Untung tak dapat di raih malang tak dapat di tolak, pada tahun 1960 beliau berdua pergi tugas untuk rapat di Pulau Tidung, gelombang laut sedang tidak bersahabat karena memang saat itu adalah musim barat daya, dengan cepat perubahan angin disertai gelombang berputar berubah menjadi angin timur. Sementara beliau pada saat dikapal sedang dalam posisi tertidur ketika kapal terhempas diterjang gelombang angin yang sangat dahsyat, akhirnya beliau berdua terlempar ke dasar laut perairan karang beras dan tidak terselamatkan. Beberapa hari kemudian jasad Bapak Madari Amsir ditemukan di pingggiran pantai Pulau Karang Beras, sedangkan Jasad Bapak Bambang Siswanto sampai saat ini belum ditemukan.

Tahun 1970 dimulailah pembangunan Dermaga Pulau Pramuka oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui CV. Parakan, pada saat pembangunan dermaga ini terjadi pesugihan di Pulau Panggang untuk mengejar kekayaan yang dilakukan Nelayan Suku Bugis yang menumpang di Pulau Panggang, dengan menggunakan ilmu hitam, mantera-mantera dan segala macam perlengkapan pesugihan yang lengkap untuk meminta tumbal. Pada saat itu tercatat 30 orang meninggal dunia dalam 3 hari (10 orang perhari) berturut-turut. Kemudian penduduk asli Pulau Panggang melaksanakan do’a kepada Allah SWT yang dipimpin oleh Habib Hasyim dan Kyai Azma’in untuk melawan ilmu hitam kaum nelayan bugis. Akhirnya Para Habib dan Kyai dengan izin Allah SWT dapat mengalahkan sihir mereka dan menangkap mereka, diantaranya adalah 3 orang yang bernama Suki, Taro dan Udin. Mereka bertiga diserahkan ke kawadenan yang pada saat itu dipimpin oleh Lurah Bapak dahlan namun tiba-tiba saja masyarakat menyerbu dan merusak sarana kantor, menjebol pintu tahanan yang ada di kantor kemudian ketiga pelaku dibunuh dengan cara mengikat dan menenggelamkan mereka di perairan karang beras, karena mereka tidak dapat dibunuh dengan cara yang biasa.
Sejak beberapa tahun ini Pulau Panggang telah menjadi salah satu tujuan wisata pemukiman yang ada di kepulauan seribu, walaupun tidak sepopuler Wisata Pulau Tidung dan Pulu Pari.

No comments:

Post a Comment